Jumat, 19 Oktober 2012

Batik = Tradisi + Modernitas

Image Link

Setelah minggu lalu kita sempat ngomongin batik sebagai warisan kebudayaan dunia, sekarang kita bakalan ngomongin batik lagi nih, guys. Bedanya, kali ini Kaosaku akan membahas tentang batik sebagai pertemuan antara tradisi dan modernitas di zaman ini.

Kenapa harus batik?

Seperti apa yang mimin jelaskan sebelumnya, batik adalah kain yang sangat mencirikan kekhasan Indonesia. Di negara lain, nggak ada loh seni kerajinan tekstil yang menggunakan canting sebagai alat pembuatannya dan memiliki nilai filosofis dan sejarah yang tinggi. Bukan hanya itu saja, meskipun sama-sama berasal dari Indonesia, tentunya batik yang berasal dari beragam kota menawarkan ciri khas dan kekayaan budayanya masing-masing. Setidaknya ada puluhan kota di Indonesia yang memiliki kain batik daerah khasnya masing-masing. Dan itu bukan hanya berasal dari tanah Jawa saja loh, melainkan juga dari tanah Sumatera, seperti batik Minangkabau, misalnya.

Nah, karena udah dijelasin di postingan sebelumnya bagaimana batik dijadikan sebagai warisan budaya dunia dan bagaimana batik berkembang di Indonesia, udah pasti tahu kan kalau batik pasti mencirikan ‘Indonesia’ banget. Tapi, apa iya batik cuma bisa dinikmati secara tradisional aja? Tentu aja nggak! Karena banyak banget bukti-bukti yang menyatakan bahwa batik bisa dinikmati secara tradisional maupun modern. Nggak percaya?

Bagi yang tinggal di wilayah Jogjakarta, mungkin tahu di sana ada sebuah komunitas yang bernama JHF atau Jogja Hip-Hop Foundation. Komunitas ini didirikan atas dasar keinginan anak-anak muda setempat yang ingin melestarikan budaya, terutama budaya Jawa, dalam bentuk musik hip-hop. Mereka bukan saja menggabungkan musik Barat dengan lirik tradisional atau puisi-puisi Jawa, melainkan juga menggabungkan style Barat dan tradisional menjadi satu. Buktinya, saat manggung, anak-anak JHF ini menggunakan style yang ‘hip-hop banget’, seperti celanan kedodoran, kacamata hitam, dan topi bisbol. Tapi di balik style mereka itu, mereka tetap bangga mengenakan batik saat manggung. Dengan kaos oblong di dalam, mereka membuat kemeja batik terlihat lebih anak muda dan santai, apalagi ini digunakan dalam situasi nyanyi hip-hop.

Nah, ini dia yang dimaksud sebagai pertemuan antara modernitas dan tradisional. Ternyata batik nggak hanya dipakai oleh bapak-bapak saja loh, ternyata batik nggak hanya di pakai ke undangan atau acara-acara resmi aja loh. Ternyata, batik bisa juga kok dipakai oleh anak muda dalam situasi nonformal: manggung, misalnya.

Contoh di atas baru satu dari banyaknya batik yang kini udah berkembang menjadi budaya populer di masyarakat. Batik sekarang bukan hanya berupa kain songket, melainkan juga menjadi pakaian kasual untuk ke kantor bahkan untuk kuliah. Ya, walaupun bentuknya bukan batik tulis melainkan batik cetak/sablonan, setidaknya itulah salah satu upaya kita yang berusaha mempertahankan kebudayaan asli Indonesia. Setuju? Setujuuuu.

Satu lagi hal menarik tentang batik dan perpaduannya dengan modernitas adalah pada saat Lomba Perancang Model pada saat Jakarta Fashion Week 2011 silam. Di sini para perancang baru berlomba untuk mendesain kebaya dengan gaya-gaya yang belum pernah ada sebelumnya. Contohnya, batik motif parang yang dipadukan dengan drapery, atau batik parang dan kawung yang dibuat minimalis dengan potongan-potongan asimetris. Hasilnya? Keren banget!

Pada akhirnya, tak ada alasan untuk kita untuk tidak mencintai budaya sendiri. Peninggalan kebudayaan Indonesia sangatlah beragam. Walau kita tidak bisa menyelamatkan semuanya, mulailah dari yang terdekat dulu. Dan batik ini telah jauh menunjukkan eksistensinya baik di dunia nasional maupun internasional, bahwa kearifan lokal tidaklah berarti kuno. Sebaliknya, batik justru semakin menampilkan pesonanya hingga terciptanya banyak inovasi-inovasi baru.

Referensi:
http://www.jakartafashionweek.co.id/id/content/news/ketika.modernitas.barat.bertemu.eksotika.timur/001/002/198