Sabtu, 03 November 2012

Kaos Sebagai Media Kampanye

Kaos.

Selain manfaat primernya sebagai pakaian yang menutupi bagian tubuh, secara filosofis (duileh) ternyata kaos juga memiliki manfaat lain yang ternyata secara tidak sadar bisa menjadi medium yang efektif, loh!

Masih inget kaan di beberapa postingan yang lalu mimin sempat membahas tentang makna filosofis di balik tagline U Are U-nique-nya KaosaKu? Selain sebagai medium untuk berkomunikasi, menunjukkan identitas dan ciri khas penggunanya, kaos juga bisa menjadi salah satu medium efektif untuk berkampanye! Gak percaya?

Kalau lagi zaman-zamannya pemilu atau pilkada, pasti sudah tahu doong kalau partai atau calon tertentu biasanya membagi-bagikan kaos gratis supaya calon tersebut bisa menjadi pejabat yang terpilih? Itu menjadi salah satu fungsi turunan kaos sebagai alat untuk berkampanye. Biasanya kaos tersebut dicetak dengan wajah-wajah sang calon diikuti dengan tagline mereka. Dan seberapa banyak masyarakat yang menerima kaos tersebut bisa menjadi tolak ukur seberapa besar pemilih yang akan memilihnya pada hari H.

Selain dalam kampanye pilkada dan pemilu, kaos juga digunakan untuk kampanye-kampanye sosial, loh. Entah itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri masyarakat maupun untuk mengajak masyarakat melakukan perubahan.

Contohnya adalah seperti yang dikutip dari situs Rare Planet, kaos digunakan sebagai meningkatkan kesadaran dan optimisme petani untuk mengembangkan pertanian. Kaos yang didesain cukup catchy dengan tulisan "Bertani di Kebun Sendiri" dengan gambar visual seekor orangutan mengenakan topi caping dan mengacungkan jempolnya. Meskipun sederhana, kaos tersebut memiliki makna yang lebih dari sekedar "kaos".

Image Link

Disadari atau tidak, dengan beberapa pendekatan, keefektifan kaos sebagai medium kampanye yang menyampaikan pesan secara implisit bisa dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan cara lain yang secara eksplisit. Misalnya saja begini. Kita ingin masyarakat peduli dengan lingkungan dan tidak buang sampah sembarangan. Lalu kita menjelaskannya dengan melarang ini-itu. "Jangan buang sampah di sini" atau "Jangan membuat rusak lingkungan" mungkin akan kurang efektif dibandingkan kita menjelaskan tentang global warming. Tentang keadaan bumi kita saat ini. Tentang fakta-fakta lingkungan yang menyedihkan dan efek perbuatan buruk manusia terhadap lingkungan. Dibandingkan melarang, kita membuat masyarakat peduli dulu terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar.

Cara kerja kaos sebagai alat kampanye pun seperti itu. Menyampaikan pesan secara implisit terhadap yang menggunakan mau pun yang melihatnya. Contoh lainnya adalah kaos ini:

Image Link
Tulisan dari kaos tersebut hanyalah "Bike Can Be Fun." Hanya dengan satu kalimat itu, kita bisa mengacu pada beberapa banyak hal. Pertama, bersepeda menyenangkan karena baik untuk kesehatan. Kedua, bersepeda juga baik untuk mengurangi polusi udara. Ketiga, dikaitkan dengan polusi udara, kita bisa mengaitkannya dengan isu global warming. Karena global warming, kesadaran lingkungan harus ditingkatkan. Harus hemat energi... Jangan buang sampah sembarangan... Lakukan penghijauan... dst dst. Hanya dengan satu kaos ini saja, kita bisa meng-cover dua buah isu besar, yaitu kesehatan dan lingkungan.

Kaos sebagai alat kampanye juga didukung oleh pendekatan visual yang matang. Sebagian masyarakat Indonesia masih kurang peka terhadap kebiasaan membaca. Apabila disuruh membaca sebuah artikel yang panjang dengan membaca poster, mungkin kebanyakan akan memilih membaca poster saja. Dengan menonjolkan unsur visual, kita bisa lebih banyak berbicara dibandingkan menulis banyak kata-kata. Oleh karena itulah, kaos untuk kampanye sebaiknya didesain se-catchy dan semenarik mungkin agar pesan yang ingin disampaikan tersalurkan dengan baik melalui cara yang menyenangkan :)