Minggu, 10 Maret 2013

Burqa

Burqa.

Mungkin kata ini kurang familiar di Indonesia karena (hampir) tidak ada yang menggunakannya. Lain halnya dengan cadar. Cadar itu merupakan kain yang menutupi bagian mata ke bawah perempuan muslim yang mengenakan jilbab. Biasanya disertai dengan jilbab panjang yang menutupi hampir setengah tubuh dengan warna-warna yang biasanya gelap. Nah, apa sih, sebenarnya burqa itu?


Nah, burqa pun mirip seperti itu. Bedanya, burqa ini menutup seluruh bagian kepala perempuan, kecuali bagian mata yang diberi jaring-jaring untuk memberi sedikit ‘nafas’ dan mengintip dunia luar.
Di mana biasanya burqa ini diberlakukan? Di negara-negara timur tengah, dan yang paling umum adalah Afghanistan dan Pakistan.  Pada saat rezim Taliban berkuasa, seluruh perempuan di Afghanistan diwajibkan memakai burqa setiap keluar rumah. Hal ini sebenarnya sangat beralasan, mengingat pergolakan negerti tersebut yang rawan peperangan dan kekerasan. Hal ini dimaksudkan agar perempuan terlindungi dari kekerasan dan pelecehan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan.

Namun, banyak kritik sosial mengenai pemakaian burqa ini. Tujuan awal diberlakukannya memang untuk melindungi perempuan, tapi di sisi lain, orang-orang mengatakan bahwa burqa ini merupakan wujud pengekangan terhadap mereka. Mereka dipaksa berjalan dengan anonim, tidak boleh mengeluarkan pendapat, harus ditemani mahram, dan lain sebagainya, membuat perempuan menjadi sesosok yang tersubordinasi.

Selain itu juga, dari sisi kesehatan, burqa kurang baik bagi tubuh karena menghalau tubuh dari sinar matahari yang sarat akan vitamin D. Selain itu, karena warnanya yang gelap (hitam, cokelat, biru, atau abu-abu), membuat pemakainya terekspos panas matahari terlalu lama karena warna gelap menyerap panas. Akibatnya, membuat pemakainya pusing, bahkan jatuh pingsan.

Nah, tapi, biar bagaimanapun, burqa ini telah menjadi bagian dari budaya Afghanistan semenjak lama. Apapun tujuannya, marilah kita lihat dari sisi positifnya dan merupakan dari budaya yang nggak bisa dipisahkan. Taruhlah batik yang tidak dipisahkan dari Indonesia, maka burqa pun menjadi bagian dari ‘identitas’ Afghanistan.

Kalian mau mengenal lebih ‘dalam’ tentang pakaian ini?

Boleh intip bukunya Agustinus Wibowo yang berjudul Selimut Debu dan Khaled Hosseini yang berjudul A Thousan Splendid Suns :)