Minggu, 27 Oktober 2013

Coffee Shop Sebagai Budaya Populer

Kopi. Kalau mendengar satu kata ini, apa yang akan terlintas dalam pikiran kita? Pahit? Hitam? Starbucks? Atau nongkrong sambil wi-fi-an gratis? Semenjak kemunculannya di pedalam hutan Ethiopia berabad-abad lalu, di era modern ini, kopi banyak diasosiasikan dengan banyak hal. Salah satunya adalah kehidupan urban dan modern.
www.jozoaracoffeeshop.com
Dulunya, kopi digunakan untuk menggantikan alkohol di abad ke-17 dan menjadi minuman nasional masyarakat Amerika Serikat setelah terjadinya Boston Tea Party. Kemunculan coffee shop menjadikannya salah satu pusat sosial di era abad ke-14. Bukan hanya itu, coffee shop juga dulu dijadikan sebagai pusat kesenian dan artistik.

Dilihat dari sejarahnya, coffee shop memang bukan hanya tempat untuk minum kopi di kala ngantuk. Kalau dalam konteks tradisional Indonesia, kita bisa lihat banyak warung kopi di mana-mana. Konsep itulah yang juga diangkat oleh coffee shop. Bahwa orang Indonesia pergi ke warkop tidak hanya sekadar minum kopi kemudian pulang, tetapi juga ada interaksi sosial yang terjadi.

Di era modern ini, banyak coffee shop yang menjamur di mana-mana, mulai dari yang memiliki brand mendunia sampai coffee shop lokal. Dalam konteks masyarakat urban Indonesia, coffee shop menjadi salah satu budaya populer yang juga semakin berkembang. Ingat bahwa kegemaran orang Indonesia adalah nongkrong? Dengan konsep “makan nggak makan yang penting kumpul”, tanpa disadari bahwa budaya nongkrong itu sendiri bukan lagi milik masyarakat tradisional, tetapi juga masyarakat urban.

Bahkan kalau kita lihat, minimarket di Indonesia saja bisa digeser fungsinya menjadi sebuah tempat tongkrongan. Di negara asalnya sendiri, Amerika Serikat misalnya, minimarket tetap difungsikan sebagai minimarket, tanpa embel-embel tempat nongkrong. Tetapi di Indonesia, popularitas minimarket-minimarket yang menyediakan tempat tongkrongan justru semakin meningkat. Sebabnya karena mereka tahu budaya orang Indonesia yang senang berkumpul dan berinteraksi satu sama lain.

Kembali lagi ke coffee shop, kemunculannya juga dikatakan sebagai sumber dari adanya mass consumerism. Kini masyarakat banyak yang lebih memilih meminum kopi seharga Rp40.000,00 dibandingkan menyeduhnya sendiri di rumah yang harganya bisa sepuluh kali lipat lebih murah. Tentu orang-orang pergi ke coffe shop bukan hanya sekadar faktor ingin meminum kopi saja, tetapi juga karena faktor-faktor lain. Misalnya, sebagai meeting point, tempat bekerja, tempat terjadinya interaksi sosial, sampai tempat nongkrong. Oleh karena itulah, kalau kita perhatikan, coffee shop selalu didesain sedemikian rupa menjadi tempat yang cozy dan membuat orang betah nongkrong berlama-lama. Dengan kata lain, coffee shop telah menjadi produk budaya populer. Namun, kita juga tidak bisa melupakan fungsi coffee shop pada awal kemunculannya pun merupakan tempat berkumpul dan berinteraksi sosial yang lumayan penting di Eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar